Daerah  

Merawat Jejak Leluhur Yang Pernah Padam

Catatan : Akbar Raymoki

Di antara debur ombak dan desir angin timur yang menyapu gugusan pulau di jazirah tenggara Sulawesi, gema masa lalu masih terdengar lirih. Di sudut-sudut kampung di Pulau Wawonii, para tetua kerap mengisahkan kembali legenda leluhur yang menanamkan nilai persaudaraan dan keseimbangan dengan alam. Namun, di tengah deras arus modernisasi, jejak itu perlahan memudar — seakan padam ditelan waktu.

Keresahan itulah yang kemudian menumbuhkan tekad sekelompok tokoh masyarakat untuk membangkitkan kembali semangat adat yang nyaris hilang. Mereka menyadari bahwa identitas etnik Wawonii bukan sekadar kenangan masa lalu, melainkan penanda jati diri yang mesti dijaga. Dari kesadaran itu lahirlah sebuah gerakan — pembentukan Lembaga Adat Wawonii.

“Lembaga adat ini bukan membangkitkan feodalisme masa lalu, lebih dari itu, lembaga Adat Wawonii adalah warisan leluhur yang harus tetap dirawat dan dijaga eksistensinya. Kalau bukan kita yang menjaga, siapa lagi?” ujar Husain Mahalik, tokoh yang kemudian dipercaya sebagai Ketua Lembaga Adat Wawonii, usai terpilih pada Musyawarah Tertinggi I Lembaga Adat Wawonii belum lama ini.

Di matanya, lembaga ini bukan sekadar simbol, tapi wadah yang diharapkan mampu merawat nilai-nilai budaya, hukum adat, dan tradisi yang menjadi warisan nenek moyang.

Pembentukan lembaga adat ini berawal dari keprihatinan bersama terhadap lunturnya entitas etnik Wawonii. Banyak generasi muda kini lebih mengenal budaya luar ketimbang tradisi sendiri. Bahasa daerah mulai jarang digunakan, ritual adat semakin jarang digelar, dan pengetahuan lokal kian terlupakan. Kekhawatiran itu meluas hingga melahirkan inisiatif untuk memperkuat kembali struktur adat yang selama ini terpinggirkan.

Pemerintah Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) pun memberi dukungan moral terhadap gagasan tersebut. Melalui surat rekomendasi resmi, Pemda mendorong pengesahan lembaga adat ini ke Kementerian Hukum dan HAM, agar keberadaannya diakui secara hukum. Langkah ini menjadi tonggak penting bagi masyarakat Wawonii dalam memperjuangkan eksistensinya sebagai bagian dari mosaik kebudayaan Sulawesi Tenggara.

Bagi masyarakat Wawonii, adat bukan sekadar seremonial, tetapi napas kehidupan. Ia hidup dalam tutur, gerak, dan hubungan sosial. Dari cara menyapa, memanen, hingga menyelesaikan sengketa, semua berpijak pada nilai-nilai adat yang diwariskan leluhur. Maka, lahirnya lembaga adat ini diharapkan dapat menjadi rumah besar bagi upaya pelestarian itu.

Kini, semangat baru mulai tumbuh. Anak-anak muda Wawonii kembali belajar bahasa daerah mereka, menggali kisah asal-usul kampung, dan menata ulang tatanan sosial berbasis nilai leluhur. Lembaga Adat Wawonii bertekad menjadi penghubung antara masa lalu dan masa depan, antara tradisi dan modernitas.

Mungkin, jejak itu sempat padam. Namun, di tangan mereka yang peduli, bara warisan leluhur kembali disulut — perlahan, tapi pasti.
Karena menjaga adat bukan tentang kembali ke masa lalu, melainkan tentang memastikan akar budaya tetap kokoh di tengah zaman yang terus berubah.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *